Mungkin, saat ini kau sedang
berlari-lari kecil di bibir pantai yang ombaknya begitu memecahkan gelombang keindahan.
Sambil memainkan butiran-butiran pasir putih menggunakan kaki yang tak berhenti
tuk kau langkahkan. Nampak begitu jelas, sebuah senyum merekah pada sang
jingga yang mulai menenggelam dengan rona yang semakin keemasan.
Pikirku bahwa yang sempat ku
sia-siakan kini kembali kekal bersama kebahagiaan adalah benar. Jiwamu kembali
berdamai dengan semesta. Rapuhmu yang katanya tak bisa tanpaku pun mulai pudar
ditelan cerita baru, bersama seorang yang baru. Aku berbahagia? Lafazku begitu,
namun tidak hatiku.
Ku lihat sesuatu yang pernah ku
tinggalkan kini meninggalkanku, adalah hambar yang berujung pahit bernama pilu.
Sesal adalah nyata yang terlontar, bahwa saja ku mampu mengulang segalanya maka
akan aku ulang.
Aku sulit memahami lika liku,
padahal sebelumnya aku tahu karena ku tempuhnya bersamamu. Ah, aku enggan
melontarkan kerinduanku padamu. Namun apa daya, mendengar pecah tawamu saja
rasanya ingin kembali memelukmu lalu kembali memilikimu.
Aku sempat memimpikan pertemuanku
denganmu layaknya dulu sebelum keegoisanku
menyesalkanku. Tak ada dia, hanya ada aku dan kamu pada perapian kita yang
menghangatkan hati pun ragaku. Aku tahu kau pun mendambakan pertemuan itu
kembali, sebelum ada dia….. dia yang mungkin takkan pernah meninggalkanmu
layaknya aku waktu itu.
Ah, sudahlah.
Aku benci berandai-andai pada kenyataan
yang menyedihkan. Aku hanya rindu….. rindu berpeluk pada kita; aku…kalian…tanpa
dia.
Sekali lagi, sudahlah..
berbahagialah! Bahagiamu membuatku menyimpan segala hal lainnya sendirian adalah
pilihan yang tak salah. Everything has
changed, and I miss the old my friends.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar