/

Jumat, 25 April 2014

Tolong, jaga puingnya!





Detak malam yang ranum, berpeluk lelap yang semakin bisu. Ketukan tiap detik jarum jam yang berputar melingkar menarikan perputaran waktu. Merangkak perlahan dan pasti, namun kisahnya masih begitu terahasiakan sampai tiba tuk terjadi maka terjadilah secara pasti.

Sang waktu selalu berhasil menyelundup lalu tersejajarkan dengan tiap hembusan nafas. Mereka memanglah  pantas tuk selaras sebab di sanalah benih cerita akan bertumbuh tuk akhirnya kita jadikan kenangan.

Dan kini, saat para lentik jemariku menari mengetikkan huruf demi huruf dan terangkai menjadi kata yang terkalimatkan… wangi malampun semangit terhirup, begitu menenangkan. Ku padamkan lampu lalu sunyi semakin terasa dalam ringkihan angan yang entah menuju ke mana, pun ke siapa.


Lalu terbersit satu cerita dibenakku. Kisah Sebuah tembok kokoh yang akhirnya memiliki celah sekecil pori debu dan berhasil dilintasi lalu dibuat runtuh oleh apa yang tidak pernah disangkanya dahulu. Yah. Si tembok kini kekokohannya tak lagi seperti dulu.

Tahukah kau pelakunya adalah siapa?

Adalah seorang anak kecil yang berjiwa besar. Seorang anak kecil yang bersemangat keras. Seorang anak kecil yang tak kenal menyerah, pemilik pijakan kenyamanan penyebab debar peruntuh kekokohan.

Atas nama alam semesta, si pemilih tembok runtuh tersebut takkan gusar atas apa yang Tuan Kecil lakukan. Setiap lekuk runtuhan, adalah kisah yang tersejarahkan. Menyatu dengan tanah, berpeluk pada angin yang sama, serta  berselimut di bawah terik matahari yang hangatnya tidaklah beda.

Usah Tuan kecil bertanggung jawab. Bukan dengan membangun tembok yang kokoh seperti semula. Cukup dengan menjaga puing yang tersisa, lalu enggan beranjak meninggalkan.... sampai waktu dan nafas tidak lagi selaras.

1 komentar: