#1
aku.. Aku memiliki sahabat karib
yang amat sangat aku sayangi, namanya Tia. Kami sering saling mengisi. Saling
berbagi apa yang menjadi kekurangan kami satu sama lain. Saling melengkapi
disaat salahsatu diantara kami merasakan kesepian dan membutuhkan tempat untuk
share ke orang lain. Kami tidak terpisahkan. Banyak hal yang berbeda dari kami
namun tidak sedikit pula persamaan diantara kami. Kami sama-sama pecinta musik,
penikmat hujan paling setia, penjelajah dunia maya, pembenci matematika dan
masih banyak lagi. Disisi lain, aku sangat membenci hewan yang bernama kucing,
namun dengan tidak memperdulikanku, Tia sangat menyukai hewan agresif tersebut.
"gue emang benci kucing tapi
gue tidak akan benci lo", ujarku saat Tia menanyakan hal bodoh tentang
pendapatku terhadap dia yang sangat mencintai hewan berkaki empat tersebut.
Mendengarku berkata demikian, Tia
langsung melepas kucing tersebut dari pelukannya dan beranjak untuk memelukku.
"eits, jangan nyentuh gue setelah menyentuh kucing tanpa mencuci tangan !"
ujarku tegas namun dibarengi dengan senyum candaan yang dia sudah sangat
mengerti.
"hahah, siapa yang mau meluk?
orang cuma mau meregangkan badan kok yeee" jawabnya untuk mengeles.
Dan begitulah candaan kami yang
awalnya menjengkelkan karena mesti berhadapan dengan hewan bermata aneh
tersebut. kucing ! namun itu juga yang membuat persahabatan kami indah dan
lebih berwarna karena dipolesi dengan saling toleransi.
Dan satu hal lagi, walaupun di
kelas kami sering memperebutkan peringkat pertama, namun dalam hal
memperebutkan seorang cowok kami tidak perah melakukannya. tipe cowok kami
memang agak berbeda. aku suka cowok yang cerdas, sedangkan Tia cenderung suka
dengan cowok yang jago olahraganya . Aku suka dengan cowok yang tenang tapi
nyambung, sedangkan Tia suka dengan cowok yang kocak dan jago bikin ngakak.
saling terbuka satu sama lain dan
saling mengerti dan memberi maaf kepada yang salah juga merupakan salahsatu
kunci kelanggengan persahabatan kami. Kalau ada yang berbuat salah, dengan
segera yang berbuat salah tersebut meminta maaf dan mengakui kesalahan2nya.
Setelah itu saling memaafkan seperti saat lebaran. hehe ! tidak heran
persahabatn kami langgeng hingga usia 10 tahun.
#2
Hidup memang sangat tidak bisa
untuk ditebak. Aku saja yang sangat konsisten dengan pendirian, akhirnya bisa
tergoyahkan juga. Yah ! kehadiran seorang murid baru membawa perubahan pesat
sekaligus malapetaka dikehidupanku. Aku yang awalnya tidak akan bisa pernah
suka dengan cowok cerewet dan olahragawan akhirnya di lelehkan juga dengan
kehadiran cowok tersebut. Namanya ARI !
Ari.. murid baru yang langsung
tenar di sekolah karena keahliannya dalam bidang olahraga ditambah dengan
postur tubuhnya yang atletis ala pemain basket yang keren. Sempurnanya dia
karena dia adalah sosok pria yang sopan, juga keren dalam prestasi belajar. Ya
Tuhan, kenapa kau ciptakan Ari diantara aku dan Tia
Aku dan Tia sama-sama jomblo. Aku
dan Tia juga tidak memiliki gebetan dalam waktu belakangan ini. Hingga
kedatangan Ari, Tia dengan semangatnya curhat tentang perasaanya terhadap cowok
berkulit coklat itu. Dan untuk pertama kalinya aku mendengarkan curhatan Tia
dengan perasaan yang amat sangat menyesakkan. Untuk pertama kalinya juga aku
tidak berani jujur kepada Tia tentang perasaan kepada seorang cowok. Itu
artinya sekarang aku berani membuat kebohongan demi kebohongan terhadap Tia
untuk menutupi perasaanku.
Cinta..
berasal dari hati. Dan dalamnya hati ini tidak ada yang bisa mengukurnya.
Cinta..
ditentukan oleh takdir. Dan terjadinya takdir tidak ada yang bisa menebaknya,
apalagi mengubahnya !
Dan sekarang, cintaku adalah Ari
dan takdirku adalah memendam cinta itu sedalam-dalamnya dalam hati saja...
#3
Sebelum bel masuk, Koridor kelas
"giii.... giiaaa... tadi gue hampir
ditabrak loh depan gerbang" teriak Tia dari kejauhan penuh semangat dan
tergesah-gesah dengan rambut yang acak-acakan.
"ditambrak?? trus kok seneng
gitu bawaannya ?" tanya ku aneh dengan sikap Tia yang tidak seperi
biasanya. Apakah ini efek dari
terbenturnya kepala Tia saat ditabrak tadi sehingga menyebabkan otak kecilnya
mengalami gangguan??? pikirku panik dan dengan segera menghapiri Tia yang
berjalan kearahku dengan kaki kiri yang
terpincang-pincang.
“tapi lo ngga apa-apakan ti???
Siapa yang nabrak lo??? Trus dia dimana sekarang? lo apanya yang sakit? Kepala?
Kaki? Atau apa tiii??” tanyaku panik
“aduuuh gi.. slow dong! Jadi ngga
tau nih mau jawab yang mana dulu. Tapi itu ngga penting sih. Seharusnya lo tuh
nanya siapa yang nolongin gue ! gitu” ujarnya dengan wajah centil.
“emang siapa yang nolongin lo??
Justin bieber?” tanyaku.
“Bukan JB lah, tapi lebih indah
deh dari JB. Dia itu Ari.. Muhammad Ari Prayoga anak baru itu loh gii...”
jawabnya dengan ekspresi menjengkelkan.
“ohh... pantes” singkatku.
“pantes apa gi?”
“pantes.. kecentilan lo kumat !!”
jelasku dan beranjak masuk kelas dengan memopang badan Tia karena bel masuk
sudah di bunyikan.
#4
Jam istirahat, di Perpustakaan
Mendapat tugas me-resume buku non fiksi
karya penulis ternama merupakan tugas yang menyusahkan dan itulah yang menyita
waktu istirahatku kali ini dan ku korbankan untuk menghadapi buku-buku tebal di
perpustakaan. Karena Tia lagi disibukka dengan latihan teaternya, aku terpaksa
pergi sendirian.
Dan betapa kagetnya aku melihat
sosok Ari berdiri manis menelusuri buku-buku yang beraturan di lemari
perpustakaan. Mencoba untuk lebih tenang tapi tetap saja takdir berkata lain.
Aku berbuat onar, tanpa disengaja aku menabrak sebuah vas bunga yang berada
diatas meja. Dan akhirnya aku menjadi sumber dari segala tatapan pasang mata.
Temasuk Ari yang menatapku sambil tersenyum. “Aaah aku malu” teriakku dalam
hati.
Karena keonaran yang memalukan
itu, aku memutuskan untuk menunda niatku untuk mencari tugas di perpustakaan.
“Besok mungkin lebi baik” ucapku kepada diri sendiri.
Saat aku berjalan menuju kelas,
ada seseorang yang menghampiriku dari arah belakang.
“hay... gia” teriaknya keras
Aku berbalik dan ternyata yang
memanggilku adalah Ari. Ini seperti mimpiku 2 malam yang lalu. Rasanya tuh
seperti masuk ke dunia dongeng, aku dan Ari pemeran utamanya. Dan siswa yang
lain menjadi liliput di kerajaan kami. Aaaah ingin teriak rasanya.
“hay. Gia kan? Kok melamun?”
tanya-nya mengagetkanku yang membuatku tersipu malu
“heh. Iya gue Gia. Kok tau? Ummm
btw ada apa yah? lo Ari kan? Yang tadi di perpuskan? Aduh maaf kebanyakan nanya
yah? Kebiasaan nih” panjang lebar, kebiasaanku saat kaget.
“hahaha. Iyah gue Ari, nih buku lo
tadi jatuh di perpus pas lo nabrak vas bunga hehe. Oya, baca halaman terakhir
yah Gia ! nice to know you sweet girl :) ” jawabnya sambil memberikan buku dan
kemudian pergi entah kemana.
“Apa-apan ini? Di datang dan pergi
begitu cepat? Maksudnya apa dengan sweet girl. Apakah ini mimpi? Kalau mimpi,
please jangan ada yang bangunin gue !” ujarku pada diri sendri. Dan tanpa
berlama-lama aku memutuskan untuk membuka halaman terakhir pada buku yang tidak
sengaja aku jatuhkan di perpustakaan tadi.
Dear
gia..
Giandra
Anabel.. nama lo unik juga yah? Ummm to the point aja kali yah, tapi sebelumnya
maaf nih,gue lancang nyorat nyotet nggak jelas di buku lo tapi niat gue baik
kok Gi.. gue Cuma pengen lebih dekat sama lo. Nggak salah kan? Nggak niat
ngapa2in lo kok gi.. asli !! gue bukan penjahat kok yang suka nyulik anak cewek
manis kayak lo. Hahaha gue nggak gombal kok gi.. gue jujur bin ganteng malah
kckckck. Intinya sih gi... gue pengen kenalan ama lo... bisa kan??? Tapi kalo
lo mau juga sih. Tapi gue yakin lo pasti mau soalnya gue udah nyebarin
bubuk-bubuk santet di buku lo ini. Mau yah gi !!! hahaha. Kalo mau, pulang
sekolah nanti bareng yah. Oke sweet girl.
Muhammad Ari Prayoga
081543864537. nope gue nih gi !
Ini bagaikan mimpi yang sangat
indah untukku. Tapi yang seharusnya aku senang setelah membaca tulisan ini,
kenapa aku malah nyesek yah? Kenapa tiba-tiba Tia bernari-nari dipikiranku. Aku
tidak mungkin jujur kepada Tia kalau hari ini aku pulang bersama Ari, cowok
yang dia taksir. Tidak mungkin juga aku berbohong ke Tia, “dengan alasan apa
yah gue bilang ke Tia kalo hari ini ngga bisa pulang bareng dia? Aduh aduh
aduuuuhhhh masa gue nolak ajakan Ari, ini kan kesempatan langka yang gue
tunggu-tunggu” pikirku penuh kecampur adukan yang amat sangat memusingkan.
#5
Selama mata pelajaran kimia
berlangsung, aku tidak pernah memperhatikan Pak Rasyid sedikitpun. Pikiranku
melayang tentang apa yang harus aku lakukan sepulang sekolah nanti. Pulang
bersama Ari kah? Atau bersama Tia? Dan bel pulang pun berbunyi melenyapkan
lamunanku yang tidak kunjung disertai jawaban.
“Gi.. jadi ke gramed kan? Yuk segera
kita capcusss!!” ajak Tia tidak memberikanku kesempatan untuk berfikir,apalagi
menolak. Dan aku hanya mengikuti tarikan tangan Tia yang kencang menggenggam
tanganku hingga aku duduk manis di dalam mobilnya.
Sementara Tia mengemudikan mobil
sedan hitam miliknya, aku masih terbuai oleh lamunan tentang Ari. Hingga aku
memutuskan untuk mengirimkannya sebuah sms. Ku ketik nomornya yang dia tuliskan
dihalaman belakang buku catatanku.
Gia
: hey ri, maaf gue ngga bisa pulang bareng lo hari ini. Gue ada acara mendadak
yang penting banget nih bareng sahabat gue. Oke ! Gia
Sms terkirim. Dan beberapa saat
kemudian masuklah sms dari Ari sebagai balasan.
Ari
: oh ok ! tapi ini bukan penolakan ajakan gue buat bisa lebih kenal lo kan gi?
Gia
: bukan kok ri.. next time yah ! lo ngga marah kan?
Ari
: gue bakal marah kalo next time yg lo maksud itu ngga pernah terjadi. So, gue
tunggu next time itu sebagai janji. Deal?
Gia
: deal...
Ari
: entar malam gimana?
Gia
: ngebet banget sih ri.. tapi liat entar aja yah. Tunggu kabar aja. Ok?
Ari
: oke deh. Have fun yah gi with your friend today. And tonight with me hahaha
Gia
: yeeeeeee....
“eh sms-an sama siapa gi? Seneng
banget deh kayaknya. Cie ada gebetan baru yah? Kasitahu dong siapa??” tanya Tia
curiga
“hahah adadeh, mau tau ajah”
kataku tidak memberi jawaban apa-apa atas pertanyaan Tia yang menodong. Sorry
Tia cowok itu adalah Ari. Gebetanmu!! , kataku dalam hati.
#6
Seharian mengelilingi gramedia
mencari buku non fiksi yang cocok buat diresume merupakan kegiatan yang sangat
melelahkan. Sangking capeknya setelah shalat maghrib aku sudah tertidur sangat
pulas dikamarku. Hingga akhirnya aku bangun untuk shalaat isya pada jam 11
malam. Ku liat HP ku dan ternyata ada 7 missed call dari nomor Ari. Hatiku
banyak bertanya dan akhirnya aku memutuskan untuk mengirimkannya sms.
Gia
: ri.. sorry telpon lo ngga gue angkat. Gue ketiduran. Capek banget hari ini
Ari
: it’s ok gi
Gia
: btw, ada apa?
Ari
: tadi mau ngajak lo nepatin janji tapi yaaah gajadi
Gia
: maaf. Ketiduran
Ari
: iya. Ngerti kok. Sekarang mau lanjut tidur ngga?
Gia
: udah ngga ngantuk nih
Ari
: aku telpon yah. Pengen ngobrol nih
Gia
: Ok !
Tanpa disadari, aku dan Ari
telfonan dari jam setengan 12 sampe jam 4 subuh. Entahlah ngobrolin apa, tapi
ini untuk pertama kalinya aku ngobrol dengan seorang cowok sampai pada titik
senyambung ini. Dan ini merupakan sedikit penguatan sehingga rasaku pada Ari
bertambah. Dan entahlah, aku memperoleh kejahatan darimana, sehingga aku lupa
akan perasaan Tia terhadap Ari. Jahatnya aku.
#7
Hari demi hari berganti, aku dan
Ari semakin dekat. Sudah beberapa kali kami keluar berdua. Moment itu terlalu
indah untuk hanya dilewatkan begitu saja. Kamera canon hitam milikku menjadi
saksi kebersamaan aku dengan Ari. Hingga pada suatu ketika, Tia masuk ke dalam
kamarku tanpa aku ketahui.
Dan itu memang kebiasaan Tia kalau
sedang bertamu ke rumahku. Itu bukan masalah buatku, tapi dulu. Sebelum aku
menyimpan sejuta rahasia padanya. Dan sekarang sudah berbeda, Tia juga merasakan
hal tersebut. Sehingga pada saat aku berada didalam kamar mandi, Tia dengan
penasarannya membongkar barang-barang didalam kamarku untuk mencari jawaban
atas penyebab terjadinya perubahan sikapku.
Hingga dia menemukan sebuah album
foto berwarna biru dibalik selimut yang terlipat rapi diatas tempat tidurku.
Dia membuka album tersebut, dan dia baca sebuah tulisan dihalaman pertama album
tersebut yang sengaja aku tempelkan.
Cinta
adalah takdir. Bukan cinta yang mengubahku, tapi takdirlah ! jangan salahkan
cintaku padamu, tapi salahkanlah aku yang ditakdirkan terlalu mencintaimu...
Ari !!!
Tia tercengang kaget membaca
sebuah nama yang sangat tidak asing di akhir kalimat tersebut. Dengan rasa
penasaran yang semakin memuncak, dia memberanikan diri membuka halam
selanjutnya album tersebut, padahal perasaannya sangat merasa ketakutan. Dia
takut menerima kenyataan yang menyakitkan.
Perasannya terbukti benar, halaman
kedua album tersebut dia mendapatkan foto ku bersama Ari berukuran besar, foto
itu diambil pada saat kami jalan bareng untuk pertama kalinya. Tia terisak, air
mata menetes di pipinya. Bukan lagi karena dia merasakan cemburu melihat Ari
dengan wanita lain. Tapi dia merasakan kesedihan karena ternyata sahabatnya
telah menusuknya dari belakang.
Tia sakit, tapi dia tetap ingin
melanjutkan menelusuri album tersebut. Dan pada saat dia baru ingin membuka
halam selanjutnya, aku datang dan menarik album tersebut dari tangannya. Dengan
perasaan yang serba salah, aku berdiri menunduk siap mendapatkan balasan atas
segala kejahatan yang aku lakukan pada sahabatku sendiri.
“gi.. udah 10 tahun kita
sahabatan. Dari SD sampai kelas 10 sekarang ini. Kasitahu gue gi, salah gue apa
ama lo? Apa yang membuat lo tega nusuk gue, sakitin gue dan boongin gue separah
ini gi?? Kalo gue ada salah maafin gue gi.. kalo gue ngerepotin lo selama 10
tahun ini, gue minta maaf gi...” isak Tia
Aku ingin bicara. Aku ingin
memeluknya. Tapi aku terlalu hina untuk itu. Aku hanya bisa menangis meratapi
segala kebodohan yang telah aku lakukan.
“gi.. bukan Ari yang gue tangisin.
Tapi elo.. kenapa lo ngga pernah ngomong tentang perasaan lo? Gue ngga picik
kok gi. Gue bisa menghargai perasaan lo kalo emang lo jujur. Gue ngga egois ama
sahabat sendiri kok gi.. gue ngga sejahat lo kok gi” tegas Tia sambil terisak
dan berlari pulang.
Ingin rasanya aku mengejarnya,
tapi aku terlalu lemah untuk itu. Aku mengejarnya tapi tidak mengatakan apa-apa
adalah hal yang paling bodoh.
Aku terisak diatas tempat tidurku.
aku lemparkan album tersebut ke tong sampa. Aku memang bisa melemparkan album
itu, tapi aku tidak bisa berbohong tentang perasaanku. Segalanya telah
membutakanku.
#8
Keesokan harinya, sekolah
Dengan mata sembam aku melangkahkan
kaki masuk ke gerbang sekolah. Aku merasakan ada yang lain di sini. Biasanya
aku ceria bertemu pak satpam tiap paginya, tapi sekarang satu sekolahan
terlihat mendung tanpa cahaya. Aku kehilangan Tia. Karena kebodohanku.
Bel masuk berbunyi, aku masuk
kedalam kelas tapi tidak kunjung aku melihat kedatangan Tia.
“Tia mana gi??? Tumben jam segini
belum dateng??” tanya nanda padaku. Aku tidak tahu mesti menjawab apa. Sekali
lagi, aku terlau bodoh untuk ini.
“ngga
tau nan...” jawabku lirih.
Treeeettt
treeetttthhhh
HP ku bergetar. Ku lihat layarnya,
tante siska memanngil. Ada apayah mamanya Tia nelfon?? Tanyaku aneh didalam
hati.
Gia : hallo....
Tante siska : hallo.. gia???
Gia : iya tante ini aku, kenapa? Kok nangis tan??
Tante siska : --------
Gia : kenapa tante??? Ngomong !!! Ada apa???? Tanteeee
Tante siska : Tia kecelakaan gi......
Gia
: haaaaa???
Kok bisa? Sekarang dimana tante? Di rumah sakit mana? Dia ngga apa-apa kan tante???
Tante
siska : Tia sekarat gi... kamu kesini
sekarang. Tia manggil-manggil nama kamu dan nama Ari. Ajak dia yah gi...
Gia : -----
Tante siska : giaaa??
Gia : iya tante.
“nanda, aku pulang yah. Tia
kecelakaan, beritahu yang lain !” ujarku buru-buru lalu mengambil tas dan
keluar kelas mencari keberadaan Ari.
“ri... ikut gue sekarang !” kataku
sambil menarik tangan Ari yang baru saja ingin masuk ke dalam kelas
“lo kok nangis? Lo kenapa?” tanya
Ari
“ngga usah nanya, ayok ikut
sekarang” kataku penuh paksaan. Dan Ari hanya ikut tanpa mengetahui apa-apa.
Rumah sakit
Aku berlari menelusuri koridor
rumah sakit dan mencari ruang ICU tempat Tia berada. Dan Ari hanya ikut berlari
tanpa banyak tanya.
“tanteeee” aku masuk kedalam
ruangan dan melihat Tia yang ceria kini terbaring lemas dan pucat tidak
berdaya. Di kepalanya terdapat perban putih yang dilumuri darah. Wajahnya yang
mulus kini berubah penuh goresan dan biru di berbagai tempat. Aku memeluk mama
Tia, tidak sanggup melihat sosok yang mungkin paling membenciku kini terbaring
tanpa daya.
“kata mas yang membawa Tia ke
rumah sakit, Tia nya melamun pas nyebrang mau keluar kompleks. Hari ini Tia
ngga bawa mobil, dia pengen jalan. Katanya takut nabrak kalo nyetir tapi lagi
ada masalah. Tia emang ada masalah apa gi??” Isak tante Siska memeluk erat
tubuhku yang lemas mendengar ceritanya.
“aku yang salah tante, aku...” kataku
sesak
Sementara Ari hanya terdiam
melihatku terisak penuh rasa bersalah
“gii....” bisik Tia lirih
Aku mendekat... ku genggam tangan
Tia yang dingin pucat kekurangan darah.
“ari....” bisiknya lagi dan kali
ini Ari mendekat kesampingku. Ku jemput tangan Ari untuk ikut menggenggam
tangan Tia. Ari menoleh kearahku, seakan sudah tahu apa yang terjadi tanpa
harus ku jelaskan lagi.
“ari.. jaga sahabat gue yah. Dia
emang jahat tapi dia tetap sahabat gue. Dia cinta banget ama lo, sampe-sampe
dia ngorbanin gue. Gue ikhlasin lo ama gia. Jangan sia-siain keihlasan gue! Gue
sayang ama Ari,tapi gue lebih sayang Gia, gue mau Gia bahagia” Tia diam. Mesin
pengukur denyut jantung berhenti bergerak. Tia telah tiada, meninggalkan aku
dengan sejuta permintaan maaf yang belum aku sampaikan.
“ti.. bangun ti.. gue minta maaf.
Kenapa lo pergi secepat ini. Gue jahat, lo lebih jahat ti. Lo tega !” isakku
dipelukan Ari.
“gi.. istigfar gi. Ikhlasin Tia
pergi !” tenang Ari penuh bijaksana.
“gue salah. Gue penyebab Tia
meninggal, gue ngga bisa dimaafin” kataku menyalahkan diri sendiri.
“lo tau Takdir gi? Lo yakin adanya
Tuhan gi? Lo sayang ama Tia gi? Kalo jawaban lo iya, biarkanlah Tia pergi
dengan damai.please !” pinta Ari yang masih merangkulku untuk menenangkan.
Selamat jalan Tiara prasastya...
selamat jalan kawanku.. maafkan segala kesalahanku. Terimakasih kau telah
menjadi yang terbaik selama 10 tahun dan kau akan tetap menjadi terindah yang
abadi walaupun kau telah pergi.
Sebulan setelah kepergian Tia, aku
masih merasa Tia masih ada menemaniku. Saat duduk sendiri, aku merasa ada Tia
disitu.
“gi... sendiri aja” sapa Ari
mengagetkanku, dan hanya ku balas dengan senyum simpul terpaksa. Selama
kepergian Tia sangat jarang aku bisa tersenyum, separuh dari keceriaanku sudah
lenyap, dia adalah Tia.
“gi.. sebelum Tia pergi, lo nolak
gue tanpa alasan. Dan sekarang gue tau alasan itu apa. Alasan mu adalah Tia
kan? Lo jangan menyesali diri lo segini parah, lo ngga sejahat yang lo rasa. Lo
adalah sahabat Tia yang terbaik. Oke!” kata Ari berpanjang lebar.
“dan asal lo tau, gue sayang lo.
Banget gi, Tia udah ngerestuin kita, lo jangan takut mencinta hanya karena
pernah terluka gi.. ngga ada pelangi tanpa hujan.. ngga ada cinta sejati tanpa
tangisan...” sambung Ari serius.
“gue juga sayang lo ri....”
singkatku dan memeluk Ari erat-erat.
Dan aku yakin, Tia disana juga
menginginkan kami bersatu disini. Aku yakin Tia ikut bahagia bersama kami.
-The End-
Aduuuuhhh........... Sry trnyata slama ini...!!! hehe
BalasHapusternyata apa piitt ??? heheh
Hapus