Malam semakin larut. Jam coklat
di tangaku menunjukkan pukul 3 dini hari dan aku masih duduk bersila di balkon
kamar. Segelas Milo panas serta sepotong brownies yang menemaniku sejak 5 jam yang lalu sudah ku santap habis tak bersisa. Hening. Jalan depan rumahku mulai lengang termakan
gelap dan lelap para penggunanya. Yah, seperinya cuma aku yang masih menikmati
malam dengan bintang-bintangnya.
Ku lirik telepon genggamku untuk
kesekian kalinya, namun hasilnya selalu sama. Dan untuk kesekian kalinya pula
ku lanjutkan lamunku entah untuk berapa lama.
Hening cukup lama. Layar telepon
genggamku memecah gelap malam. Sebuah nama yang sedari tadi ku tunggu akhirnya
tercantum di sana. ARGA.
“Sya.. Maaf”
“Iya, aku ngerti kamu sibuk”
“Sya…”
“Apa?”
“Bagaimana harimu?”
“Seperti biasa. Lengkap setelah mendengar pertanyaanmu barusan”
“Pun aku. Lengkap setelah mendengar jawabanmu”
Sepasang tawa memecah sunyi subuh
yang sungguh penyebab beku. Setelahnya, kembali hening karena satu kalimat
penyebab hati gaduh.
“Sya.. beberapa jam lagi, semuanya akan berakhir. Apa rencanamu?”
“Aku ingin kita bertemu”
***
Tampaknya isi kepalaku sudah rusak
termakan ambisi dan egois. Seseorang di hadapanku sedang menatap jauh ke dalam
mata sayuku yang tengah begitu sendu.
“Beberapa jam lagi, maka semuanya akan berakhir. Aku tidak ingin jika
kita mengisinya dengan berdiam saja”
Aku tak menjawab. Pikiranku melayang
pada sosoknya. Seseorang yang begitu aku cintai, bagaimana bisa dia
mengingatkanku tentang akhir padahal dia tau dengan jelas bahwa keadaan hatiku
sedang tidak baik.
“Ga! Tidak kah kau ingin mengajakku tuk menemanimu sepanjang usia. Hingga Akhir?”
“Pulanglah padanya Sya.. Lupakan aku! Lupakan kita! Bukan aku yang
semestinya menjadi bahagiamu..”
Aku kembali menunduk. Ku rasakan
dia mengelus punggungku dan isak itupun semakin jadi. Iya, benar. Aku harus
pulang. Pulang pada kenyataan bahwa esok hari aku telah menjadi istri dari orang
lain, bukan kekasihku. Bagaiamana bisa? Tentu bisa. Bukan karena dia tidak
memperjuangkan, melainkan dunia tidak mengamini segala harap dari kami.
Berkali-kali aku menuntut. Ku inginnya
dia mengajakku terbang, padahal dia baru saja belajar mengepakkan sayap. Begitulah.
Kami jatuh bersama, terhempas lalu terpisah.
Kuseka berulang-ulang air mata yang
tak terbendung padahal telah susah payah aku tahan. Aku seakan kekurangan
oksigen secara tiba-tiba. Nafasku tak beraturan, begitu juga dengan isi hatiku.
“Dia, adalah pantulan dari dalam cerminku . Kebahagiaan yang telah aku
berikan, kelak akan dia berikan lebih padamu. Tapi tolong, jangan anggap dia adalah aku. Aku percaya kamu bisa
menjadi istri shalehah yang tidak melakukan hal itu”
Perlahan nafasku kembali teratur.
Berusaha meninggalkan cinta tuk CINTA.
“Ga, pernah ku serahkan segalah harapan pada genggaman tanganmu. Namun
hari ini, ku ambil kembali harapan itu tuk ku berikan pada Kakakmu; calon
imamku”
***
“Saya terima, nikahnya dan kawinnya Syahdara Tunggadewi Binti Priyoto
dengan maskawinnya tersebut tunai”
Serentak orang-orang meneriakkan
kata “SAH!” dan saat itu pula aku
resmi menjadi Kakak Ipar dari (mantan) kekasihku, ARGA.
“Aku pernah menyerahkan segala harapan pada genggaman tangan seseorang
namun aku dikecewakan. Kali ini, ku serahkan harapan itu padamu…. Suamiku” kataku
pada seseorang yang tengah duduk bersanding denganku. Dibalasnya pintaku dengan
sebuah senyum.
“Kau sedang terluka?”
“Yah, sedikit”
“Isinkan aku tuk mengobati lukamu, agar bisa kau cintaiku tanpa menoleh
ke masa lalumu. Boleh?”
Aku mengangguk. Aku tersenyum. Dan,
di sebuah hati yang berada pada jarak beberapa meter dariku, aku tahu dia
sedang meronta mengiringi kebahagiaanku dengan seorang yang tak asing dalam hidupnya.
“Yang kekal biarlah kenangan kita, tidak untuk rasa” ucap matanya
saat ku dapati sedang menatapku dari kejauhan tengah duduk bersanding di
pelaminan. Ku balasnya dengan senyum, sebab memang tak ada yang salah antara
aku dengan dirinya. Kami hanya dua orang yang pernah memiliki harapan-harapan
yang lancang di dalam kepala masing-masing. Selebihnya? Tidak ada lagi.
***
Ku berikan padanya sepotong brownies pada acara jamuan keluarga setelah resepsi pernikahanku digelar. Disambutnya pemberianku dengan senyuman layaknya sang adik yang menyambut kebaikan kakak perempuannya. "Sepotong brownies, sepotong kisah yang manis. Biarlah Kakakku yang melanjutkannya & melengkapinya hingga akhir" bisiknya sambil menebar senyum, lalu pergi.
Buset dah nyesek nyesek banget dah. Mantan jadi adik ipar. Haduh. Kalo lagi ketemu kreyeng2 di hati gimana tu rasanya. Gue g bayangin
BalasHapusaku juga gamau bayangin, Bang -_____- mahahaha pasti ngejleb
Hapushummm kenapa harus mirip dengan kisaaaaaah..... #ahsudahlah
BalasHapusNyesek banget melihat si Arga yang harus melihat Sya dijodohkan sama kakak kandung Arga
free pukpuk untuk si titik titik (......) yang dirimu maksud Pal mahahahah :))
Hapushehehe terimakasih. ini masih belajar, Julian :)
BalasHapuseh please Isna ini bukan kisah aku. real Fiksi. jagan sampe kejadian heheheh :')
BalasHapusehk, pasti sakit tuh rasanya..
BalasHapusmantannya malah jadi... ah kasian,, yah
ho-oh. cian.
Hapustapi kenapa emang kok malah nikah sama kakaknya ga ada alasannya kk...dan juga pas ada percakapan yg suaminya tau istrinya yng baru dinikahi bilang lagi terluka kok ga marah gitu?? aduuh, udah baca aja napa ga usah banyak tanya...@.@
BalasHapustapi diksimu baguss cc!! jadi pingin bikin dehh :D
hahahaha kak Mey :')
HapusEhhh itu gimana ceritanya bisa nikah ama kakaknyaaaa? Gak terimaa!!
BalasHapusKalo kata temenku cowo kayak gitu type cowok ayam sayurr.. perjuangin dong! Senewen sendiri gw...
Bukan karena dia tidak memperjuangkan, melainkan dunia tidak mengamini segala harap mereka. mehehehehe. ceritanya gitu kak
HapusBerusaha meninggalkan cinta untuk CINTA.
BalasHapusBagus banget cerpennya. Sebenernya yang terluka bukan hanya si cewek tapi juga Arga nya. Arga rela melepaskan si cewek untuk menikah dengan kakak iparnya sendiri. Pasti berat banget.
ho-oh :'(
Hapuspukpuk Arga.. sini Arga sama Maz Reyza ajah *loh
Banyak yang membuat pembaca bertanya-tanya, kok Syah enggak bisa bareng sama Arga, kenapa?
BalasHapusKok nikahnya sama sodaranya Arga?
entah ini emang sengaja dari Shry atau gimana, yang jelas gue sebagai pembaca masih kebingungan.. hehe
tapi dari pemilihan kata, jos banget... keren kok. :)
hehehe sengaja sib bang.. biar yang bingung bukan cuma saya *dikeplak*
BalasHapushehe makasih bang atas ke-jos-an-nya :D
Kenapa... Kenapa semua ini harus terjadi? Kenapa? KENAPA?! *pasang ekspresi lebay*
BalasHapusOke, abaikan.
Aku cuma mau bilang... Cerpennya bagus kak! Aaa... Nyesek banget deh. Ternyata bukan cuma pembacanya yg bingung kenapa Syah nikah sama kakaknya Arga ya? Penulisnya juga bingung toh? =))