/

Rabu, 29 Agustus 2012

BF or BF ??

 

Matahari yang sangat terik memancarkan sinar yang sangat menyilaukan siang ini. Disebuah kerumunan  orang-orang berseragam putih abu-abu tergeletak seorang perempuan lemah tidak berdaya, tertidur di diatas pangkuan seorang perempuan dengan seragam yang sama. Seorang laki-laki berbaju basket terlihat sangat cemas dan khawatir sembari mengoleskan minyak telon ke dahi perempuan lemah yang tergeletak pucat tersebut. Hingga tersadarlah perempuan tersebut dengan membuka kedua matanya dan melihat betapa banyak orang yang memperhatikannya.

“kok ???” belum selesai dia mengutarakan sebuah pertanyaan, seorang lelaki yang nampak khawatir tadi memotong perkataannya dengan wajah yang nampak lebih tenang dari sebelumnya.

“loe tadi pingsan terkena lemparan bola basket. Ingat ?” katanya dengan penuh kelembutan.



“iya, ingat. Sekarang gue mau balik ke kelas. Rin anter gue !!” Pinta Adisti, perempuan yang masih terlihat pucat dengan memar di jidatnya bekas lemparan bola basket saat dia menonton sahabatnya, Raka. Latihan di lapangan basket sekolah.

“dan loe Kaa, loe harus nebus kesalahan loe yang sudah maksa gue liat loe latihan. Dan loe lihat akibatnya kan?” kesal Adisti yang memang dari awal tidak berminat melihat Raka latihan.
Raka, dengan wajah yang merasa sangat bersalah hanya mengangguk dan membantu Erin membawa Adisti kembali ke dalam kelas. Dua sahabat yang lain mengekori mereka sambil menunggu penjelasan karena mereka baru tahu tragedi di lapagan basket tersebut. Mereka adalah Dika dan Cakra yang sedari pagi sibuk dengan laporan organisasi yang mesti mereka selesaikan sebelum pensiun dan lulus SMA.

+++

Sepanjang hari Raka terkena virus terabaikan yang sering dilakukan Adisti pada saat Raka atau sahabatnya melakukan kesalahan,tapi lebih sering kepada Raka. Sekecil dan sesepela apapun masalahnya, hubungan tidak akan menjadi baik sampai Raka meminta maaf dan bisa membuatnya tertawa lagi.

Bel pulang sekolah berbunyi, Adisti masih saja terlihat murung dengan jidat berwarna ungu. Erin merasa serba salah dengan keadaan seperti ini. Dia merasa kedua sahabat karibnya itu harus menyelesaikan perselisihan mereka secepatnya. Ia kemudian meninggalkan kedua sahabatnya tersebut di dalam kelas yang sudah sepi ditinggal pulang penghuninya dan pulang bersama Dika dan Cakra. Dengan segera mereka pulang, tapi sebelumnya mengirimkan kode kepada Raka yang dengan gampang dapat ditangkap oleh otak kanan dan kiri Raka.

Sedangkan Adisti yang masih sibuk merapikan perlengkapan menulisnya belum menyadari kalau di dalam ruangan hanya dirinya dan Raka yang tersisa hingga keheningan dan ketidak sadaran itu terpecahkan oleh suara berat Raka,

“Diss.. jalan yuk!” mendengar ajakan itu, Adisti hanya ternganga dan hanya merespon dengan ekspresi datar. Masih hening.

“Buat nebus yang tadi Diss... ayolah !” melas Raka dengan wajah polos, disambut dengan tawa terkekeh-kekeh Adisti yang sudah ia tahan sedari tadi melihat ekspresi Raka yang ia cueki. Itupula yang menandakan setuju dari Adisti.

+++

Perjalanan mereka dimulai dengan makan siang yang sangat seru. Tidak ada jarak diantara mereka, sangat berbeda dengan suasana hening dalam kelas saat mereka cuek-cuekan.

Sebuah cafe ber-interior modern serta menu yang tersedia sangat menarik dengan berbagai macam jenis ice cream yang mampu menyejukkan dan menaklukkan panasnya siang yang sangat terik menjadi pilihan mereka, dan juga merupakan tempat nongkrong langganan mereka saat keluar bersama genk DECAR (Dika, Erin, Cakra, Adisti, Raka) . Cafe ini juga yang menjadi saksi persahabatan mereka dan membuat janji yang sudah tersepakati oleh kelima belah pihak.  

Apapun yang terjadi kita tetap bersama. Apapun yang terjadi kita harus terbuka. Apapun itu kita tetap sahabat. Dan apapun alasannya, tidak ada kata pacaran diantara kita.

“Ka.. lo ingat perjanjian kita 3 tahun yang lalu nggak?” kata Adisti sambil menyantap dinginnya ice cream rasa vanilla kesukaannya. Yang diajak bicara cuma mengangguk sambil mengunyah brownis cokelat yang menghiasi ice cream coklat susu miliknya.

“Menurut lo, itu masih berlaku gitu?” tanya Adisti lagi.

“Maksud lo, lo udah nggak mau bersama kita lagi? Nggak mau terbuka lagi?” kata Raka, bukan sebuah jawaban untuk pertanyaan Adisiti.

“Bukaan.. bukan gitu. Maksudnya.. emmm maksudnya. Gimana kalau diantara kita ada yang saling suka?” jawab Adisti dengan terbata-bata dan penuh dengan kehati-hatian. Takut mengucapkan perkataan yang salah dan berakibat fatal.

“hah? Lo suka sama siapa dis?” tanya Raka antusias, membuat Adisti salah tingkah.

“Ada saatnya gue kasitahu.. ee..ee.. kalau kita ngumpul semua!” jawab Adisti lemas. Raka yang mengerti keadaan sahabatnya itu tidak ingin mengutarakan pertanyaan lagi. Ia tidak ingin menambah kegundahan hati Adisti yang sepertinya sudah tidak karuan.

+++

“Guys, pulang sekolah kita nongkrong yah. Ada yang mau gue omongin!” kata Adisti kepada 4 sahabatnya yang lagi makan siang di kantin sekolah. Yang mendengar cuma mengangguk setuju tanpa ada yang menolak maupun bertanya lagi.

+++

Tiba di cafe langganan mereka. Pelayan cafe yang yang sudah sangat mengenali mereka dengan segera menghampiri dengan membawa daftar menu cafe tersebut. Beberapa menit menunggu dan akhirnya pesanan mereka datang dan dengan segera mereka santap.

“eh by the way, lo mau ngomong apa Dis?” kata Dika sambil memperbaiki gagang kacamata yang terpasang menghiasi matanya yang sudah minus parah itu.

Adisti yang mendengar pertanyaan Dika Cuma terkaget dan tidak mengatakan apa-apa. Raka yang sepertinya mengerti maksud Adisti segera mencairkan ketegangan Adisti.

“Dis, santai aja.. “ ucap Raka dan menepuk pundak gadis manis yang duduk menunduk disebelahnya tersebut.

“Thanks Kaa..” ucapnya dengan menyunggingkan senyum palsu.

“Gue... gue.. gue mutusin keluar dari genk DECAR” sambung Adisti dengan terbata-bata. Ke-empat sahabat yang mendengarnya dibikin terngangah dan tidak ada satupun diantara mereka yang mengerti setan apa yang merasuk pikiran Adisti.

“GAAK !!! Gak bisa Diss.. apa-apaan lo tiba-tiba kayak gini??!!” ucap Cakra dengan ekspresi kekesalan membuncak, membuat siapapun yang melihatnya akan meringis ketakutan. Terutama Adisti yang hanya bisa tertunduk menangis. Air matanya membasahi meja dan melelehkan ice cream yang ada di hadapannya.

“Makasih guys untuk 3 tahun penuh keindahan bersama kalian. Sayangnya gue belum bisa jelasin alasan gue. Maaf. Gue sayang kalian banget, guys.. tapi.. tapi gue gak bisa lagi. Gue gak mau munafik....” kata Adisiti masih dengan isakan dan getaran dari bibir mungilnya yang membuat kata demi kata yang diucapkannya penuh dengan ke-abu-abu-an.

“Kita gak bisa nerima Diss....” sanggah Dika.

“Jadi, kalian mau maksa gue untuk tetap jadi orang munafik... bersikap dan membohongi diri gue sendiri dengan selalu berpura-pura. Kalian picik. Kalian egois!!!” kesal Adisti kemudian berlari meninggalkan ke-empat sahabatnya.

Dika dan Raka mengejar Adisti yang berlari penuh dengan isakan yang sama sekali tidak memperdulikan teriakan ke-dua sahabatnya tersebut, hanya segera berlalu dengan sedan silver miliknya. Sedangkan Erin yang masih menangis lemas digotong Cakra untuk menghampiri Dika dan Raka yang ngos-ngosan di parkiran cafe.

“Besok di sekolah kita tanyain lagi yah ke Disti tentang ini semua!! Sekarang kita pulang yuk. Gue tadi udah bayar juga...” Kata Cakra menenangkan sahabat-sahabatnya yang sangat down sore itu.

“Ada masalah apa sih Disti jadi separah itu. Gak biasanya. Kalau ada masalah diantara kita kan biasanya dia ngambek gak sampe fatal begini” heran Erin dengan suara lembut khas miliknya. Erin memang yang paling lembut dan melow diantar mereka ber-lima. Jadi kalau ada suatu hal buruk yang terjadi, maka dia-lah yang paling pertama mewek.

“Gak tau rin.. besok udah baik lagi kok. Mungkin dia sedikit stress menjelang UN.  Jangan nagis lagi yah!!” kata Cakra menenangkan perempuan yang masih bersandar lemas di badannya ini.

+++

KEESOKAN HARINYA, DI SEKOLAH.

“Hy cantik....” sapa Raka sambil menghampiri Adisti yang duduk termenung sendirian di dalam kelas. Yang disapa tidak merespon sama sekali. Ekspresinya datar-datar saja. Tak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya.
 “Tumben datang cepet.....”
“Ke kantin yuk!! Gue yang traktir!!”
“Semalam nonton bola gak lo? Beuh... team jagoan lo menang tuh 2-0”
“Anak-anak belum dateng ke sini?”
“Mata lo kok sayu banget gitu yah? Lo kenapa sih?”
“Eh.. tapi lo cantik yah kalo diam. Diam terus aja Diss...!!”

“MAU LO APASIH KAA??” kesal Adisti sambil memukul meja dengan sangat keras hingga membuat Raka yang sedari tadi ngebacotpun menjadi terkaget-kaget.

“Hey kalian... ada apa?” tiba-tiba Cakra muncul bersama Dika dan Erin. Terbentuklah forum DECAR di ruang kelas itu, se-pagi buta itu. Tidak seperti biasanya.

“Kalian menghampiri gue lagi, ngebacot lagi, nanya-nanya gak jelas lagi maka gue akan benar-benat pergi dari kehidupan kalian. Ngerti lo!!” kasar Adisti dengan suara yang sangat lantang sembari meninggakan forum ketegangan tadi. Ke-empat sahabatnya Cuma bisa pasrah atas ancaman tersebut tanpa ada proses tawar menawar lagi. Padahal tinggal 3 hari lagi Ujian Nasional akan dilakukan.

+++

Ujian Nasional berlalu dengan lancar. Genk DECAR masih tetap menjadi DECAR, namun kebersamaan mereka tidak lagi seperti dulu. Apalagi tidak ada Adisti disela-sela candaan mereka tiap harinya. Dan, hari yang sangat ditunggu-tunggupun tiba. HARI PENGUMUMAN KELULUSANpun tiba. Siswa/siswi SMA TIRTA 1 angakatan 2011 dinyatakan lulus 100%.  Semua siswa menyorakkan kebahagiaan mereka atas kelulusan mereka, namun tidak sedikit pula yang menangisinya. Bukan karena tidak lulus, melainkan karena gerbang perisahan yang menyambut mereka.

“Guys... gue merindukan kalian” sebuah suara yang tidak asing lagi menyapa genk DECAR yang saling berpeluk bahagia sekaligus sedih.

“Distiiiiiiiii” Erin yang menyadari keberadaan Adisti langsung loncat kegirangan dan memeluk sahabatnya yang sudah sebulan lebih tidak saling bertegu sapa dengannya. Raka, Dika dan Cakra ikut memeluk kedua sahabat perempuannya tersebut. Puas saling merangkul melepas kangen, akhirnya Adisti memulai percakapan diantara mereka. Sebuah penjelasan yang sejak dulu ingin ia sampaikan, tapi baru saat ini ia memiliki keberanian.

“Guys.. maaf sudah membuat kalian khawatir. Gue cuma tidak ingin menjadi Adisti yang munafik di DECAR. Gue tidak ingin menjadi orag yang tidak menepati janjinya. Ingat gak 3 tahun yang lalu kita pernah membuat janji di cafe Mboder?” kata Adisti dengan sangat berhati-hati menyusun kalimat yang ingin dikeluarkannya. Ke-empat sahabatnya mengangguk bersamaan.

“Apapun yang terjadi kita tetap bersama. Apapun yang terjadi kita harus terbuka. Apapun itu kita tetap sahabat. Dan apapun alasannya, tidak ada kata pacaran diantara kita” ucap Dika secara mantap dan tanpa jeda.

“Nah, gue rasa.... gue sudah gabisa ngejalani itu semua. Cuma... Cuma karena 1 hal guys. Yah, semua karena gue ngelanggar poin terakhir dari perjanjian itu” sambung Adisti dengan intonasi suara penuh rasa bersalah.

“Lo suka sama siapa Diss?” tanya Erin sambil menatap satu persatu sahabat cowoknya dengan tatapan menusuk. Berkali-kali dia menatap ketiga cowok berseragam putih abu-abu penuh coretan pilox yang ada di hadapannya tersebut, namun dia tidak bisa menangkap pacaran cinta yang dikirimkan Adisti.

“Gue.... gue.. gue suka sama lo Kaa” singakat Adisti dan sama sekali tidak berani menatap mata para sahabatnya yang sekarang menyoroti dirinya.

“Raka??” Erin, Dika dan Cakra mengucapkannya secara bersamaan.

Gue??? Kenapa gue Diss...” Heran Raka yang sekarang menjadi sorotan mata Erin, Dika dan Cakra.

“Mana gue tau.. Andai gue tau asalnya, gue bakal ngelarang cinta gue jatuhnya ke Raka. Tapi sayangnya, gue hanya pasrah. Ini semua sudah takdir. Gue jatuh cintanya sama sahabat gue sendiri, dan itu nyiksa banget”

“Lo gak respon perasaan gue juga gak apa-apa kok Kaa.. “ pelan Adisti dan membuat suasana menjadi sangat hening.

“Gue sekarang sudah tenang. Akhirnya perasaan nyiksa ini bisa lenyap. Senyum dong guys!!” Sambung Adisti ingin mencairkan suasana. Ke-empat sahabatnya ikut memaksakan terseyum seperti Adisti yang juga memaksakan senyum tersungging di bibirnya.

“Gue dapet beasiswa di Amerika, besok gue berangkat pagi” kata Raka pelan mengalihkan pembicaraan yang menegangkan tadi.

“WHAAAT????” Adisti, Erin, Cakra dan Dika dibuat terngangah lagi.

“Hari ini banyak kejutan” polos Erin.

“Maaf baru ngasih tau sekarang, sengaja sih biar kalian terkejut. Besok anter ke bandara yah bray!!” kata Raka dengan wajah menahan tawa campur tangis melihat ekspresi sahabat-sahabatnya yang masih terkejut. Erin, menjadi yang pertama diantara mereka yang menangis. Sore itu menjadi banjir air mata.

+++

BANDARA SOEKARNO HATTA

“I will miss you so much guys” kata Raka sambil memeluk ke-empat sahabatnya satu persatu. Pelukan terakhir ia berikan kepada Adisti.

“Diss.. mauka kamu menungguku kembali?? Ini sepertinya akan lama jika kamu menungguku sebagai boy friend mu, tunggu aku sebagai best friend mu saja dan semua akan kau nikmati indah. Love you!!” lembut Raka dilanjutkan dengan mencium kening perempuan yang ia cintai sejak pertama kali berjumpa itu. Ia sama pengecutnya dengan Adisti, sama-sama menyembunyikan perasaan dibalik kata best friend.

“Love you too.. and i will wait you, my boy friend” kata Adisti dipelukan Raka. Erin,Cakra dan Dika ikut memeluk mereka. Semuanya meneteskan air mata.

Sebuah perpisahan menjadi awal pendewasaan mereka. Kisah indah SMA mereka kini tinggallah kenangan yang selalu membuat mereka tersenyum tiap kali mengingatnya. Kini gerbang perguruan tinggi menjadi langkah awal berpencarnya kelanjutan kisah mereka. Adisti dan Dika melanjutkan kuliahnya masih di Jakarta tapi di universitas yang berbeda. Cakra lanjut di kota kembang, Bandung. Dan Erin lanjut di kota yang sudah ia idam-idamkan sejak dulu, Yogyakarta.

3 komentar:

  1. jiah gue malah pernah pacaran sama sahabat :) sudah difolback sob :)

    BalasHapus
  2. aku malah ga berani untuk itu :''''')
    btw makasih yaaah hehe

    BalasHapus
  3. ehem ehem ternyata ini toh cerpennya .
    bagus kok shry, cuma ada sedikit kata-kata yg janggal hehe .
    keep writing cantik :)

    BalasHapus