Matahari
yang sangat terik memancarkan sinar yang sangat menyilaukan siang ini. Disebuah
kerumunan orang-orang berseragam putih
abu-abu tergeletak seorang perempuan lemah tidak berdaya, tertidur di diatas
pangkuan seorang perempuan dengan seragam yang sama. Seorang laki-laki berbaju
basket terlihat sangat cemas dan khawatir sembari mengoleskan minyak telon ke
dahi perempuan lemah yang tergeletak pucat tersebut. Hingga tersadarlah
perempuan tersebut dengan membuka kedua matanya dan melihat betapa banyak orang
yang memperhatikannya.
“kok ???” belum selesai dia mengutarakan sebuah
pertanyaan, seorang lelaki yang nampak khawatir tadi memotong perkataannya
dengan wajah yang nampak lebih tenang dari sebelumnya.
“iya, ingat. Sekarang gue mau balik ke
kelas. Rin anter gue !!” Pinta
Adisti, perempuan yang masih terlihat pucat dengan memar di jidatnya bekas
lemparan bola basket saat dia menonton sahabatnya, Raka. Latihan di lapangan
basket sekolah.
“dan loe Kaa, loe harus nebus
kesalahan loe yang sudah maksa gue liat loe latihan. Dan loe lihat akibatnya
kan?” kesal Adisti yang memang dari awal
tidak berminat melihat Raka latihan.
Raka,
dengan wajah yang merasa sangat bersalah hanya mengangguk dan membantu Erin
membawa Adisti kembali ke dalam kelas. Dua sahabat yang lain mengekori mereka
sambil menunggu penjelasan karena mereka baru tahu tragedi di lapagan basket
tersebut. Mereka adalah Dika dan Cakra yang sedari pagi sibuk dengan laporan
organisasi yang mesti mereka selesaikan sebelum pensiun dan lulus SMA.
+++
Sepanjang
hari Raka terkena virus terabaikan yang sering dilakukan Adisti pada saat Raka atau
sahabatnya melakukan kesalahan,tapi lebih sering kepada Raka. Sekecil dan
sesepela apapun masalahnya, hubungan tidak akan menjadi baik sampai Raka
meminta maaf dan bisa membuatnya tertawa lagi.
Bel
pulang sekolah berbunyi, Adisti masih saja terlihat murung dengan jidat
berwarna ungu. Erin merasa serba salah dengan keadaan seperti ini. Dia merasa
kedua sahabat karibnya itu harus menyelesaikan perselisihan mereka secepatnya.
Ia kemudian meninggalkan kedua sahabatnya tersebut di dalam kelas yang sudah
sepi ditinggal pulang penghuninya dan pulang bersama Dika dan Cakra. Dengan
segera mereka pulang, tapi sebelumnya mengirimkan kode kepada Raka yang dengan
gampang dapat ditangkap oleh otak kanan dan kiri Raka.
Sedangkan
Adisti yang masih sibuk merapikan perlengkapan menulisnya belum menyadari kalau
di dalam ruangan hanya dirinya dan Raka yang tersisa hingga keheningan dan ketidak
sadaran itu terpecahkan oleh suara berat Raka,
“Diss.. jalan yuk!” mendengar ajakan itu, Adisti hanya ternganga
dan hanya merespon dengan ekspresi datar. Masih hening.
“Buat nebus yang tadi Diss... ayolah
!” melas Raka dengan wajah polos,
disambut dengan tawa terkekeh-kekeh Adisti yang sudah ia tahan sedari tadi
melihat ekspresi Raka yang ia cueki. Itupula yang menandakan setuju dari
Adisti.
+++
Perjalanan
mereka dimulai dengan makan siang yang sangat seru. Tidak ada jarak diantara
mereka, sangat berbeda dengan suasana hening dalam kelas saat mereka
cuek-cuekan.
Sebuah
cafe ber-interior modern serta menu yang tersedia sangat menarik dengan
berbagai macam jenis ice cream yang mampu menyejukkan dan menaklukkan panasnya
siang yang sangat terik menjadi pilihan mereka, dan juga merupakan tempat
nongkrong langganan mereka saat keluar bersama genk DECAR (Dika, Erin, Cakra,
Adisti, Raka) . Cafe ini juga yang menjadi saksi persahabatan mereka dan
membuat janji yang sudah tersepakati oleh kelima belah pihak.
Apapun yang terjadi kita tetap bersama. Apapun yang terjadi kita harus terbuka. Apapun itu kita tetap sahabat. Dan apapun alasannya, tidak ada kata pacaran diantara kita.
“Ka.. lo ingat perjanjian
kita 3 tahun yang lalu nggak?” kata Adisti sambil menyantap dinginnya ice cream rasa vanilla
kesukaannya. Yang diajak bicara cuma mengangguk sambil mengunyah brownis
cokelat yang menghiasi ice cream coklat susu miliknya.
“Menurut lo, itu masih
berlaku gitu?”
tanya Adisti lagi.
“Maksud lo, lo udah nggak
mau bersama kita lagi? Nggak mau terbuka lagi?” kata Raka, bukan sebuah jawaban
untuk pertanyaan Adisiti.
“Bukaan.. bukan gitu.
Maksudnya.. emmm maksudnya. Gimana kalau diantara kita ada yang saling suka?” jawab Adisti dengan terbata-bata
dan penuh dengan kehati-hatian. Takut mengucapkan perkataan yang salah dan
berakibat fatal.
“hah? Lo suka sama siapa
dis?” tanya Raka antusias,
membuat Adisti salah tingkah.
“Ada saatnya gue
kasitahu.. ee..ee.. kalau kita ngumpul semua!” jawab Adisti lemas. Raka yang
mengerti keadaan sahabatnya itu tidak ingin mengutarakan pertanyaan lagi. Ia
tidak ingin menambah kegundahan hati Adisti yang sepertinya sudah tidak karuan.
+++
“Guys, pulang sekolah kita
nongkrong yah. Ada yang mau gue omongin!” kata Adisti kepada 4 sahabatnya yang lagi makan siang di kantin
sekolah. Yang mendengar cuma mengangguk setuju tanpa ada yang menolak maupun
bertanya lagi.
+++
Tiba di cafe langganan mereka. Pelayan cafe yang yang sudah sangat
mengenali mereka dengan segera menghampiri dengan membawa daftar menu cafe
tersebut. Beberapa menit menunggu dan akhirnya pesanan mereka datang dan dengan
segera mereka santap.
“eh by the way, lo mau
ngomong apa Dis?” kata
Dika sambil memperbaiki gagang kacamata yang terpasang menghiasi matanya yang
sudah minus parah itu.
Adisti yang mendengar pertanyaan Dika Cuma terkaget dan tidak
mengatakan apa-apa. Raka yang sepertinya mengerti maksud Adisti segera
mencairkan ketegangan Adisti.
“Dis, santai aja.. “ ucap Raka dan menepuk pundak gadis
manis yang duduk menunduk disebelahnya tersebut.
“Thanks Kaa..” ucapnya dengan menyunggingkan
senyum palsu.
“Gue... gue.. gue mutusin
keluar dari genk DECAR” sambung
Adisti dengan terbata-bata. Ke-empat sahabat yang mendengarnya dibikin
terngangah dan tidak ada satupun diantara mereka yang mengerti setan apa yang
merasuk pikiran Adisti.
“GAAK !!! Gak bisa Diss..
apa-apaan lo tiba-tiba kayak gini??!!” ucap Cakra dengan ekspresi kekesalan membuncak, membuat siapapun
yang melihatnya akan meringis ketakutan. Terutama Adisti yang hanya bisa
tertunduk menangis. Air matanya membasahi meja dan melelehkan ice cream yang
ada di hadapannya.
“Makasih guys untuk 3
tahun penuh keindahan bersama kalian. Sayangnya gue belum bisa jelasin alasan
gue. Maaf. Gue sayang kalian banget, guys.. tapi.. tapi gue gak bisa lagi. Gue
gak mau munafik....” kata
Adisiti masih dengan isakan dan getaran dari bibir mungilnya yang membuat kata
demi kata yang diucapkannya penuh dengan ke-abu-abu-an.
“Kita gak bisa nerima
Diss....” sanggah Dika.
“Jadi, kalian mau maksa
gue untuk tetap jadi orang munafik... bersikap dan membohongi diri gue sendiri
dengan selalu berpura-pura. Kalian picik. Kalian egois!!!” kesal Adisti kemudian berlari
meninggalkan ke-empat sahabatnya.
Dika dan Raka mengejar Adisti yang berlari penuh dengan isakan
yang sama sekali tidak memperdulikan teriakan ke-dua sahabatnya tersebut, hanya
segera berlalu dengan sedan silver miliknya. Sedangkan Erin yang masih menangis
lemas digotong Cakra untuk menghampiri Dika dan Raka yang ngos-ngosan di
parkiran cafe.
“Besok di sekolah kita
tanyain lagi yah ke Disti tentang ini semua!! Sekarang kita pulang yuk. Gue tadi
udah bayar juga...” Kata
Cakra menenangkan sahabat-sahabatnya yang sangat down sore itu.
“Ada masalah apa sih Disti
jadi separah itu. Gak biasanya. Kalau ada masalah diantara kita kan biasanya
dia ngambek gak sampe fatal begini” heran Erin dengan suara lembut khas miliknya. Erin memang yang
paling lembut dan melow diantar mereka ber-lima. Jadi kalau ada suatu hal buruk
yang terjadi, maka dia-lah yang paling pertama mewek.
“Gak tau rin.. besok udah
baik lagi kok. Mungkin dia sedikit stress menjelang UN. Jangan nagis lagi yah!!” kata Cakra menenangkan perempuan
yang masih bersandar lemas di badannya ini.
+++
KEESOKAN HARINYA, DI
SEKOLAH.
“Hy cantik....” sapa Raka sambil menghampiri
Adisti yang duduk termenung sendirian di dalam kelas. Yang disapa tidak
merespon sama sekali. Ekspresinya datar-datar saja. Tak ada satu katapun yang
keluar dari bibirnya.
“Tumben datang cepet.....”
“Ke kantin yuk!! Gue yang
traktir!!”
“Semalam nonton bola gak
lo? Beuh... team jagoan lo menang tuh 2-0”
“Anak-anak belum dateng ke
sini?”
“Mata lo kok sayu banget
gitu yah? Lo kenapa sih?”
“Eh.. tapi lo cantik yah
kalo diam. Diam terus aja Diss...!!”
“MAU LO APASIH KAA??” kesal Adisti sambil memukul meja
dengan sangat keras hingga membuat Raka yang sedari tadi ngebacotpun menjadi
terkaget-kaget.
“Hey kalian... ada apa?” tiba-tiba Cakra muncul bersama
Dika dan Erin. Terbentuklah forum DECAR di ruang kelas itu, se-pagi buta itu.
Tidak seperti biasanya.
“Kalian menghampiri gue
lagi, ngebacot lagi, nanya-nanya gak jelas lagi maka gue akan benar-benat pergi
dari kehidupan kalian. Ngerti lo!!” kasar Adisti dengan suara yang sangat lantang sembari meninggakan
forum ketegangan tadi. Ke-empat sahabatnya Cuma bisa pasrah atas ancaman
tersebut tanpa ada proses tawar menawar lagi. Padahal tinggal 3 hari lagi Ujian
Nasional akan dilakukan.
+++
Ujian Nasional berlalu dengan lancar. Genk DECAR masih tetap
menjadi DECAR, namun kebersamaan mereka tidak lagi seperti dulu. Apalagi tidak
ada Adisti disela-sela candaan mereka tiap harinya. Dan, hari yang sangat
ditunggu-tunggupun tiba. HARI PENGUMUMAN KELULUSANpun tiba. Siswa/siswi SMA
TIRTA 1 angakatan 2011 dinyatakan lulus 100%.
Semua siswa menyorakkan kebahagiaan mereka atas kelulusan mereka, namun
tidak sedikit pula yang menangisinya. Bukan karena tidak lulus, melainkan
karena gerbang perisahan yang menyambut mereka.
“Guys... gue merindukan
kalian” sebuah suara yang tidak
asing lagi menyapa genk DECAR yang saling berpeluk bahagia sekaligus sedih.
“Distiiiiiiiii” Erin yang menyadari keberadaan
Adisti langsung loncat kegirangan dan memeluk sahabatnya yang sudah sebulan
lebih tidak saling bertegu sapa dengannya. Raka, Dika dan Cakra ikut memeluk
kedua sahabat perempuannya tersebut. Puas saling merangkul melepas kangen,
akhirnya Adisti memulai percakapan diantara mereka. Sebuah penjelasan yang
sejak dulu ingin ia sampaikan, tapi baru saat ini ia memiliki keberanian.
“Guys.. maaf sudah membuat
kalian khawatir. Gue cuma tidak ingin menjadi Adisti yang munafik di DECAR. Gue
tidak ingin menjadi orag yang tidak menepati janjinya. Ingat gak 3 tahun yang
lalu kita pernah membuat janji di cafe Mboder?” kata Adisti dengan sangat
berhati-hati menyusun kalimat yang ingin dikeluarkannya. Ke-empat sahabatnya mengangguk
bersamaan.
“Apapun yang terjadi kita
tetap bersama. Apapun yang terjadi kita harus terbuka. Apapun itu kita tetap
sahabat. Dan apapun alasannya, tidak ada kata pacaran diantara kita” ucap Dika secara mantap dan tanpa
jeda.
“Nah, gue rasa.... gue
sudah gabisa ngejalani itu semua. Cuma... Cuma karena 1 hal guys. Yah, semua
karena gue ngelanggar poin terakhir dari perjanjian itu” sambung Adisti dengan intonasi
suara penuh rasa bersalah.
“Lo suka sama siapa Diss?”
tanya Erin sambil menatap
satu persatu sahabat cowoknya dengan tatapan menusuk. Berkali-kali dia menatap
ketiga cowok berseragam putih abu-abu penuh coretan pilox yang ada di
hadapannya tersebut, namun dia tidak bisa menangkap pacaran cinta yang
dikirimkan Adisti.
“Gue.... gue.. gue suka
sama lo Kaa” singakat
Adisti dan sama sekali tidak berani menatap mata para sahabatnya yang sekarang
menyoroti dirinya.
“Raka??” Erin, Dika dan Cakra
mengucapkannya secara bersamaan.
“Gue??? Kenapa gue Diss...” Heran
Raka yang sekarang menjadi sorotan mata Erin, Dika dan Cakra.
“Mana gue tau.. Andai gue
tau asalnya, gue bakal ngelarang cinta gue jatuhnya ke Raka. Tapi sayangnya,
gue hanya pasrah. Ini semua sudah takdir. Gue jatuh cintanya sama sahabat gue
sendiri, dan itu nyiksa banget”
“Lo gak respon perasaan
gue juga gak apa-apa kok Kaa.. “ pelan Adisti dan membuat suasana menjadi sangat hening.
“Gue sekarang sudah
tenang. Akhirnya perasaan nyiksa ini bisa lenyap. Senyum dong guys!!” Sambung Adisti ingin mencairkan
suasana. Ke-empat sahabatnya ikut memaksakan terseyum seperti Adisti yang juga
memaksakan senyum tersungging di bibirnya.
“Gue dapet beasiswa di
Amerika, besok gue berangkat pagi” kata Raka pelan mengalihkan pembicaraan yang menegangkan tadi.
“WHAAAT????” Adisti, Erin, Cakra dan Dika
dibuat terngangah lagi.
“Hari ini banyak kejutan” polos Erin.
“Maaf baru ngasih tau
sekarang, sengaja sih biar kalian terkejut. Besok anter ke bandara yah bray!!” kata Raka dengan wajah menahan
tawa campur tangis melihat ekspresi sahabat-sahabatnya yang masih terkejut.
Erin, menjadi yang pertama diantara mereka yang menangis. Sore itu menjadi
banjir air mata.
+++
BANDARA SOEKARNO HATTA
“I will miss you so much
guys” kata Raka sambil memeluk
ke-empat sahabatnya satu persatu. Pelukan terakhir ia berikan kepada Adisti.
“Diss.. mauka kamu
menungguku kembali?? Ini sepertinya akan lama jika kamu menungguku sebagai boy
friend mu, tunggu aku sebagai best friend mu saja dan semua akan kau nikmati
indah. Love you!!” lembut
Raka dilanjutkan dengan mencium kening perempuan yang ia cintai sejak pertama
kali berjumpa itu. Ia sama pengecutnya dengan Adisti, sama-sama menyembunyikan
perasaan dibalik kata best friend.
“Love you too.. and i will
wait you, my boy friend” kata
Adisti dipelukan Raka. Erin,Cakra dan Dika ikut memeluk mereka. Semuanya
meneteskan air mata.
Sebuah perpisahan menjadi awal pendewasaan mereka. Kisah indah SMA
mereka kini tinggallah kenangan yang selalu membuat mereka tersenyum tiap kali
mengingatnya. Kini gerbang perguruan tinggi menjadi langkah awal berpencarnya
kelanjutan kisah mereka. Adisti dan Dika melanjutkan kuliahnya masih di Jakarta
tapi di universitas yang berbeda. Cakra lanjut di kota kembang, Bandung. Dan
Erin lanjut di kota yang sudah ia idam-idamkan sejak dulu, Yogyakarta.
jiah gue malah pernah pacaran sama sahabat :) sudah difolback sob :)
BalasHapusaku malah ga berani untuk itu :''''')
BalasHapusbtw makasih yaaah hehe
ehem ehem ternyata ini toh cerpennya .
BalasHapusbagus kok shry, cuma ada sedikit kata-kata yg janggal hehe .
keep writing cantik :)